Jumat, 18 November 2022

metode masuknya islam di indonesia

 Berikut ini cara penyebaran agama Islam di Indonesia, mulai dari perdagangan, perkawinan, kesenian, hingga Tasawuf.

Perkembangan agama Islam di Indonesia tidak terjadi secara spontan, melainkan melalui suatu proses penyebaran agama secara damai, responsif, dan proaktif.

Penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan mulai dari perdagangan, perkawinan, kesenian, hingga Tasawuf.



Mengutip dari Buku Modul pembelajaran SMA Sejarah Indonesia kelas X yang disusun oleh Mariana, M.Pd, berikut ini 6 cara penyebaran agama Islam di Indonesia.

1. Perdagangan

Saluran perdagangan merupakan tahap yang paling awal dalam tahap Islamisasi, yang diperkirakan dimulai pada abad ke-7 M dan  melibatkan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India.

Menurut Thome Pires, sekitar abad ke-7 sampai abad ke-16 lalu lintas perdagangan yang melalui Indonesia sangat ramai.

Dalam agama Islam siapapun bisa sebagai penyebar Islam, sehingga hal ini menguntungkan karena mereka melakukannya sambil berdagang.

Pada saluran ini hampir semua kelompok masyarakat terlibat mulai dari raja, birokrat, bangsawan, masyarakat kaya, sampai menengah ke bawah.

Proses ini dipercepat dengan runtuhnya kerajan-kerajaan Hindhu-Budha.

2. Perkawinan

Tahap perkawinan merupakan kelanjutan dari tahap perdagangan.

Para pedagang yang datang lama-kelamaan menetap dan terbentuklah perkampungan yang dikenal dengan nama pekojan.

Tahap selanjutnya, para pedagang yang menetap ada yang membentuk keluarga dengan penduduk setempat dengan cara menikah, misalnya Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Manila.

Mengingat pernikahan Islam dengan agama lain tidak sah, maka penduduk lokal yang akan dinikahi harus memeluk Islam terlebih dahulu.

Penyebaran agama Islam dengan saluran ini berjalan lancar mengingat akan adanya keluarga muslim yang menghasilkan keturunan-keturunan muslim dan mengundang ketertarikan penduduk lain untuk memeluk agama Islam.

Dalam beberapa babad diceritakan adanya proses ini, antara lain :

a. Maulana Ishak menikahi Putri Blambangan dan melahirkan Sunan Giri

b. Babad Cirebon diceritakan perkawinan antara Putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati

c. Babad Tuban menceritakan perkawinan antara Raden Ayu Teja, Putri Adipati Tuban dengan Syekh Ngabdurahman

Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya dan Pesantren Sunan Giri di Giri.

Pada saat itu, terdapat berbagai kiai dan ulama yang dijadikan guru agama atau penasihat agama di kerajaan-kerajaan.

- Kyai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Kerajaan Banten.

- Kyai Ageng Sela adalah guru dari Jaka Tingkir.

- Syekh Yusuf merupakan penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa di Kerajaan Banten.


Advertisement by

4.  Kesenian

Penyebaran Islam melalui seni budaya dapat dilakukan memalui beberapa cara seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, tari, musik, dan sastra.

Saluran seni yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang dan musik.

Dasar Pitutur (Sunan Kalijaga)

Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali yang aktif menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana wayang.

Cerita wayang diambil dari kisah Mahabarata dan Ramayana, tetapi oleh Sunan Kalijaga diseliptakan tokoh-tokoh dari pahlawan Islam.

Nama tertentu disebutnya sebagai simbol Islam, misalnya panah kalimasada, sebuah senjata paling ampuh, dihubungkan dengan kalimat syahadat.

Sementara untuk musik banyak dilakukan oleh Sunan Bonang.

Karya Sunan Bonang yang paling populer adalah Tombo Ati, yang hingga hari ini masih dinyanyikan banyak orang.

Contoh lainnya antara lain Gamelan (oleh sunan Drajad) serta Ganding (lagu-lagu) yang berisi Syair-sayair nasehat dan dasar - dasar Islam.

Kesenian yang telah berkembang sebelumnya tidak musnah, tetapi diperkaya oleh seni Islam (Akulturasi).

Pesan-pesan islamisasi juga dilakukan melalui sastra:

- Misalnya kitab primbon pada abad ke-16 M yang disusun oleh Sunan Bonang.

- Kitab-kitab tasawuf diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan bahasa daerah.

- Babad dan hikayat juga ditulis dalam bahasa daerah dengan huruf daerah dan Arab.

Penyebaran Islam juga tidak dapat di lepaskan dari peranan para Wali.

Ada Sembilan wali yang menyebarkan Islam yang dikenal dengan cara berdakwah, yang disebut juga Walisongo.

Berikut ini yang termasuk WaliSongo;

1). Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia.

2). Sunan Ampel atau Raden Rahmat.

3). Sunan Drajat atau Syarifudin (putra Raden Rahmat)

4). SunanBonang atau Mahdun Ibrahim (putra Raden Rahmat)

5). Sunan Giri atau Raden Paku (murid Sunan Ampel).

6). Sunan Kalijaga atau Joko Said.

7). Sunan Kudus atau Jafar Sidiq.

8). Sunan Muri atau Raden Umar Said.

9). Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.


5. Politik

Kekuasaan raja memiliki peranan sangat besar dalam penyebaran Islam di Indonesia.

Ketika seorang raja memeluk Islam, maka secara tidak langsung rakyat akan mengikuti.

Dengan demikian, setelah agama Islam mulai tumbuh di masyarakat, kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan wilayah kerajaan yang diikuti dengan penyebaran agama.

Contohnya, Sultan Demak yang mengirimkan pasukannya di bawah Fatahilah untuk menduduki wilayah Jawa Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam.

6. Tasawuf

Kata "tasawuf" sendiri biasanya berasal di kata "sufi" yang berarti Kain Wol yang terbuat dari bulu Domba.

Tasawuf adalah ajaran untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan Allah dan memperoleh ridha-Nya.

Saluran tasawuf berperan dalam membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia, hal ini dimunginkan karena sifat tasawuf yang memberikan kemudahan dalam pengkajian ajarannya karena disesuaikan dengan alam pikiran masyarakatnya.

Bukti-bukti mengenai hal ini dapat diketahui dari Sejarah Banten, Babad Tanah Jawi, dan Hikayat Raja-raja Pasai. 

Ajaran Tasawuf ini masuk ke indonesia sekitar Abad ke-13, tetapi baru berkembang Pesat sekitar Abad ke-17, dan mazhab yang pelinga berpengaruh adalah Mazhab Syafi’i.

Tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia, antara lain Hamzah Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Bonang.

(Tribunnews.com/Kristina Wulandari)

0 komentar:

Posting Komentar